Sebuah hasil penelitian dari Surat kabar The Daily Mail yang dirilis beberapa waktu yang lalu menyebutkan, bahwa dua agama yang memiliki pemeluk terbesar di dunia adalah Kristen dan Islam. Kedua agama ini, tersebar hampir di semua negara-negara di dunia, dengan dinamika dan sebaran yang beragam. Hal yang cukup menarik yang diungkap dalam penelitian ini menunjukkan bahwa posisi ketiga, dari jumlah pemeluk terbesar agama ditempati oleh atheisme atau agnotisime. Yakni kepercayaan tentang ketidak-percayaan terhadap Tuhan dan Agama. Penganut ”agama” ini, mengalahkan jumlah pemeluk agama-agama besar seperti Hindu, Budha, Yahudi dan lainnya.
Islam dan Kristen, dalam lintasan sejarahnya memiliki akar konflik yang luar biasa besar. Meskipun kedua agama ini merupakan rumpun agama Abrahamik (agama samawi), namun konfrontsi antar keduanya telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah. Puncaknya adalah pada perang Salib. Perang yang terjadi dalam ukuran abad, dan melibatkan beberapa generasi ini telah mengorbankan ribuan nyawa dari kedua pihak. Dan hal ini masih menyisakan luka sejarah perih, yang pada titik tertentu melahirkan apa yang disebut dendam sejarah.
Tidak bisa dielakkan, hal inilah yang menjadi akar geneologi keberadaan konflik antar kedua agama tersebut. Berbagai sentimen, stereotipe, curiga, stigma dan beban psikologis selalu menjadi pemicu konflik, yang juga masuk pada ranah-ranah kehidupan keberagamaan.
Dua dasawarsa yang lalu, seorang futurolog pernah meramalkan akan benturan besar antar kedua agama tersebut. Adalah Samuel Huntington yang memprediksikan bahwa pasca Perang Dingin akan terjadi apa yang ia sebut sebagai “clash of civilization”, benturan antar peradaban. Meskipun Huntington tidak secara specifik menyebut “agama” sebagai basis pemicu benturan, namun Huntington mengindikasikan adanya entitas agama, dengan menyebut sebagai sebuah peradaban. Tiga peradaban yang akan berbenturan tersebut adalah perababan Islam dan Confusion melawan peradaban WASP (White Anglo Saxon Protestan) yang kemudian dikenal dengan peradaban Barat. Hal ini setidaknya memberi legitimasi bahwa kedua agama tersebut, Islam dan Kristen selalu diposisikan secara berhadap-hadapan, dan berpotensi melahirkan konflik yang besar.
Membangun Toleransi
Indonesia merupakan negara plural, di mana di dalamnya terdapat beberapa agama yang dianut oleh pemeluknya. Meskipun secara kuantitas, Agama Islam merupakan agama mayoritas, namun kebebasan untuk beragama sangat dilindungi dan dihargai. Dalam perkembangannya, memang terjadi letupan-letupan kecil konflik antar kedua agama ini. Konflik terbesar yang bisa kita sebutkan disini barang kali adalah konflik Ambon pada tahun 1999. Pasca itu, konflik hanya terjadi pada sekala kecil dan terjadi secara sporadis. Namun, tidak menutup kemungkinan, jika perbedaan ini tidak dikelola dengan baik, suatu saat bisa jadi akan menjadi bom waktu. Disinilah kiranya, perlu membangun budaya toleran antar kedua agama tersebut.
Dalam perspektif Islam, toleransi atau tasamuh dalam beragama menjadi spirit ajaran agama yang sangat urgen. Islam dalam sebuah teks sucinya menyatakan bahwa tujuan diturunkannya risalah Islam adalah menjadi rahmat bagi semesta alam, rahmatan li a-alamin. Islam sangat menghargai perbedaan agama dan keyakinan. Sehingga tidak boleh ada paksaan dalam memeluk suatu agama, la iqraha fi al-din. Setiap orang boleh melaksanakan ajaran agamanya dengan bebas, tanpa ada rasa kekhawatiran dan ketakutan. Karena dalam persoalan pelaksanaan ajaran agama, berlaku prinsip lakum dinukum waliya din, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Inilah inti ajaran agama, membangun toleransi dan harmoni dalam kehidupan manusia. Islam juga menjaga hak kemanusiaan kepada non muslim, selagi mereka mau menjaga hubungan yang baik dengan ummat Islam. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa, siapa yang menyakiti seorang non muslim yang dzimmy, maka ia sama saja dengan menyakiti Rasulullah Muhammad SAW.
Menjadi seorang muslim yang tasamuh adalah keniscayaan dalam rangka membumikan tujuan risalah islam tersebut. sikap fanatisme yang berlebihan, dengan merampas hal-hak kemanusiaan ummat lain adalah sebuah tindakan anarkisme yang tidak bisa dibenarkan. Menganggap agama kita yang paling benar adalah sebuah keyakinan yang sah, namun jika disertai dengan melakukan kekerasan terhadap orang lain yang tidak seagama atau sealiran dengan kita tentunya bukan merupakan inti ajaran islam.
Islam adalah agama yang ramah dan murah, hanafiah al-samhah, bukan agama yang marah. Islam menganjurkan untuk memberikan kemudahan dan kegembiraan kepada orang lain, bukan malah menyulitkan dan menakutkan. Sabda nabi dalam sebuah riwayat, yassiru wala tu’assiru, basysyiru wana tunaffiru, permudahlah jangan mempersulit, gembirakanlah jangan menakuti. Mari kita beragama dengan toleran, demi terwujudnya tatanan dunia yang penuh rahmah!
Article source: http://www.tribunnews.com/2013/01/06/jat-densus-88-melanggar-ham
Tasamuh Dalam Beragama
0 comments :
Post a Comment