Friday, January 25, 2013

Politisi 'Kutu Loncat' Merebak

Karena sudah tidak sejalan dengan para petinggi parpol sebelumnya

JAKARTA- Menjelang Pemilu 2014 mendatang, dunia politik Indonesia kerap diwarnai dengan aksi politisi yang pindah dari satu partai ke partai lain atau biasa disebut kutu loncat. Fenomena itu dianggap wajar. Karena, partai politik (parpol) di Indonesia dinilai belum memiliki ideologi dan program kerja yang jelas.

Pengamat politik dan sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM), Arie Sudjito  menga­takan, pada tahun 2013, jumlah politisi kutu loncat akan mengalami peningkatan. Apalagi dengan sema­kin sederha­nanya jumlah parpol, peta kekuatan politik akan semakin mudah dibaca.

Akibatnya, para politisi lang­sung sigap mencari partai yang lebih besar, ketimbang bernaung di partai ping­giran. “Kutu loncat akan besar-besaran. Ini modus lama, karena partai saat ini hanya menjadi institusi administatif politik,” kata Arie.

Banyak politisi, lanjut Arie, yang menilai semua partai politik sama saja. Partai tak lagi diperhitungkan sebagai institusi dengan nilai dan ideologi yang harus dijaga dan diperjuangkan.

Sehingga menjelang pemilu 2014 diperkirakan kapasitas dan kelem­bagaan partai tak akan sejalan. Partai politik, bahkan yang sudah mapan dan tua sekalipun diniainya akan mengalami pengikisan nilai.

Lantaran partai diisi oleh individu-individu yang lebih mem­per­timbang­kan oligarki ketimbang rakyat, menu­rut Arie, jati diri partai akan meluntur. Semua partai di mata rakyat akan terlihat sama dan monoton.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Gun Gun Heryanto, menilai anggota Dewan yang mengundurkan diri dari parlemen dan pindah ke partai politik lainnya sah-sah saja dari sudut pandang konstitusi. Pasalnya, semua parpol yang ada di Indonesia tidak memiliki ideologi dan program kerja yang jelas. Akhirnya, anggota Dewan di parlemen menjadi tidak jelas dalam hal arah memperjuangkan rakyatnya.

 

“Kalau di kita kan partai itu ideologinya enggak jelas, program kerjanya juga enggak jelas. Jadi perpindahan seseorang dari satu partai ke partai lain enggak ada pengaruhnya,” kata Gun Gun di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (25/1).

 

Gun Gun menambahkan, di Indonesia seorang wakil rakyat “kutu loncat” lebih disebabkan karena sudah tidak sejalan dengan para petinggi parpol sebelumnya. Dengan demikian, anggota Dewan “kutu loncat” itu merasa khawatir tidak dicalonkan lagi oleh partainya pada pemilu.

 

“Saya yakin ini masalah slot, jadi dia sekarang mungkin tidak lagi berada dalam satu perahu yang sama dengan elite utama partai. Makanya dia mencari perahu lain yang dianggap memiliki kesamaan dengan keinginannya sehingga memungkinkan dia untuk kembali ke parlemen,” tuturnya.

 

Selain itu, menurutnya, juga tidak ada sanksi atas anggota Dewan “kutu loncat” itu. Menurut Gun Gun, sanksi yang nyata hanyalah menyangkut etika di masyarakat. Sebab, mereka meninggalkan kepercayaan masyarakat yang telah diberikan kepadanya. Namun, hal itu kembali lagi ke masyarakat akan memberikan sanksi moral atau tidak pada mereka.

 

“Ini hanya soal etis saja. Contohnya seperti seorang bupati atau wali kota di sebuah daerah, nah enggak ada kan peraturan yang dia langgar ketika dia mencalonkan diri di tempat lain. Seperti Jokowi. Soal etis saja. Kalau soal etika kan tidak bisa disanksi. Hanya soal kepatutan,” pungkasnya.

 

Seperti diwartakan, sejumlah politisi memutuskan untuk pindah partai. Mereka diantaranya anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Enggartiasto Lukita, yang memutuskan pindah ke Partai Nasdem. Kemudian bekas politikus PDI Perjuangan Ramson Siagian yang mendeklarasikan diri masuk menjadi kader Partai Gerindra dan maju menjadi caleg dalam Pemilu 2014. kpc, ins

Article source: http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=55684


Politisi 'Kutu Loncat' Merebak

0 comments :

Post a Comment