Thursday, March 28, 2013

Preman Yogya, dari satgas partai kini masuk kalangan mahasiswa

Penelitian Skripsi Ulil Amri yang berjudul: “Preman di Yogyakarta: Studi Antropologis Premanisme Kontemporer di Yogyakarta”, memuat kisah muasal preman, aksi, hingga tokoh-tokoh pentingnya di Yogyakarta. Studi yang disusun untuk Jurusan Antropologi, UGM itu dilakukan pada 2004-2005.

Dalam studinya, Ulil menjelaskan, komposisi preman di Yogyakarta bisa ditelisik sejak zaman Orde Baru. Terutama saat masih menggunakan tiga partai sebagai peserta pemilu. Menurut Ulil, pada masa itu kelompok preman memiliki ideologi politik sesuai dengan partai yang diikutinya.

“Sebutan preman hijau untuk sebutan Gerakan Pemuda Kabah, hubungannya ke PPP, kemudian pasukan Cakra untuk Golkar saat itu,” kata Ulil saat dihubungi merdeka.com pada Kamis (28/3) malam.

Bahkan menurut Ulil, sistem perekrutan preman sebagai satgas partai masih berlangsung saat ini di Yogyakarta. Ulil enggan menyebut nama kelompok itu, demikian juga nama partai yang membawahinya. Ulil memberi kode, kelompok itu sekarang pindah ke salah satu partai berlabel Islam saat ini. Bagi Ulil, hal itu adalah hal yang lumrah dalam dunia preman.

Dalam penelitiannya, hubungan preman dan partai adalah bentuk hubungan yang saling menguntungkan. Tidak hanya itu, menurut Ulil, pemerintah juga menggunakan preman dalam menjalankan segala misi dan ambisinya.

“Hubungannya saling menguntungkan, preman dengan kemampuan menteror dan bikin onar di tingkat bawah, sedangkan elit tetap menjaga citra. Padahal dalam memuluskan misi politik dan ekonominya banyak menggunakan preman sebagai kaki tangan,” ujar Ulil lebih lanjut.

Dengan pola hubungan seperti itu, preman dan kelompoknya memiliki kuasa atas lokasi atau tempat sebagai ladang uang. Menurut Ulil, di Yogyakarta tempat-tempat tertentu memiliki penguasa tersendiri dan kelompok preman itu mendapatkan upeti dari daerah kekuasaannya itu, seperti laiknya upeti dari pemakai lahan seperti pedagang kaki lima hingga perjudian.

Dalam penjelasan Ulil, lokasi kekuasaan preman di Yogya meliputi lahan-lahan bisnis yang dianggap basah secara ekonomi, seperti kafe-kafe, pusat perbelanjaan, hingga Pasar Kembang (Sarkem). “Saat penelitian, saya pernah mengikuti preman kondang di Yogya untuk mengambil upeti di Sarkem sampai membagikan uang itu ke anak buahnya,” ujar Ulil lebih lanjut.

Saat ini perkembangan kelompok preman di Yogyakarta kian meluas. Menurut Ulil, jika dulu preman-preman di Yogya adalah afiliasi dari partai-partai tertentu, saat ini sudah sedikit berbeda. Dalam pengamatan Ulil, perkembangan kelompok preman di Yogyakarta sudah berkembang ke tingkat mahasiswa yang bercorak etnis hingga tingkat pelajar.

“Kalau mahasiswa biasanya dari luar Jawa atau yang merantau di Yogya. Biasanya drop out dari kampusnya, kemudian berkumpul dengan teman-teman satu etnis, klan keluarga kemudian berlanjut membuat kelompok,” kata Ulil lebih lanjut.

Menurut Ulil, perubahan kelompok perkumpulan pertemanan yang berdasar etnis itu berubah menjadi preman biasanya karena tidak memiliki pekerjaan. Sedangkan untuk pulang kampung, sudah kadung malu di kampungnya.

Sejak terjadinya kejadian pembantaian terhadap empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta pada Sabtu (23/3) dini hari lalu yang salah satu korbannya diindikasikan berafiliasi kelompok dengan etnis mahasiswa Nusa Tenggara Timur membuat marah Sultan Hemengku Buwono X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada Rabu (27/3) kemarin, Sultan meminta kepada pendatang dan mahasiswa di Yogyakarta untuk berkomitmen menjaga kenyamanan dan keamanan Kota Yogyakarta. “Jika masih ada kekerasan yang melibatkan etnis, lebih baik keluar dari Yogyakarta,” kata Sultan dengan nada marah.


{paging_prev_label}

{paging_next_label}


Article source: http://www.analisadaily.com/news/2013/2761/paus-fransiskus-pilih-pelantikan-sederhana/


Preman Yogya, dari satgas partai kini masuk kalangan mahasiswa

0 comments :

Post a Comment