Wednesday, May 15, 2013

Pesantren dibantu dana asing, siapa yang diuntungkan?

Anggaran bantuan pemerintah Australia saat ini meningkat hingga $100 juta.


Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sektor pendidikan masih menjadi salah satu sasaran bantuan demi mempercepat pemerataan pembangunan.


Dalam situs resmi lembaga penyalur bantuan AusAID, Kepala AusAID Indonesia Jacqui de Lacy, mengatakan bahwa bantuan di sektor pendidikan merupakan program prioritas dari AusAID.


Selain untuk pembangunan sekolah-sekolah dan perbaikan penyediaan pendidikan di tingkat dasar, menengah, dan pemberian bantuan beasiswa kepada mahasiswa perguruan tinggi, Australia pun kini memberikan bantuan kepada ribuan pesantren di Indonesia.


Australia berkomitmen membangun lebih dari 2000 sekolah terutama sekolah Islam Madrasah dan Pondok Pesantren, salah satunya adalah Pondok pesantren Tarbiyatul Huda, di Jawa Barat.


Pesantren ini mendapat bantuan Australia sebesar Rp. 1 miliar pada tahun 2009, yang dipakai untuk perbaikan fasilitas mengajar, termasuk menambah enam ruangan kelas, ditambah sejumlah sarana penunjang seperti ruang laboratorium.


“Kami hanya menyediakan tanah, semua keperluan pembangunan sekolah ditanggung dari dana hibah itu. Sampai gambar dan layout sekolah juga AusAID yang sediakan.” tutur Kepala Sekolah Ponpes Tarbiyatul Huda, Ridwansyah.


Menurut Pembantu Rektor I Univesitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jamhari Ma’ruf, program bantuan pembangunan sekolah-sekolah Islam yang dilakukan Australia bisa membantu infrastruktur yang buruk, dan keterbatasan finansial lainnya.


Siapa yang sebenarnya diuntungkan?


Pemberian bantuan asing kepada pesantren-pesantren di Indonesia menimbulkan sejumlah pertanyaan, salah satunya adalah kecurigaan agar menciptakan Islam yang lebih moderat dan berpihak kepada negara-negara barat.


“Saya rasa ini adalah kecurigaan yang masuk akal, karena selama ini pesantren tidak pernah mendapatkan bantuan dari luar dan selalu konsisten dengan prinspinya yang memperjuangkan kemandirian,” jelas Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi , MPhil, MA, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia.


Dr Hamid, yang juga akrab disebut Gus Hamid mengatakan bahwa kemandirian yang dimaksud bukan sekedar kemandirian secara finansial, tetapi juga dalam segi menentukan kurikulum.


Ia juga menegaskan adanya asumsi di negara-negara barat bahwa selama ini Islam mengajarkan kekerasan atau radikalisme.


“Ini hanya karena melihat Amrozy dan kawan-kawan adalah alumni pesantren, kemudian disimpulkan bahwa seluruh pesantren mengajarkan pemikiran-pemikiran yang radikal,” tegasnya.


“Ada kesimpulan yang salah bahwa pesantren melahirkan pemikiran yang radikal, sehingga harus diubah, dan yang dapat mengubah adalah orang asing.”


“Berapa pesantren yang mengajarkan pemikiran-pemikiran radikal di Indonesia? Jumlah pesantren di Indonesia itu 24.000, dan itu baru satu dan dua.”


Gus Hamid juga menjelaskan bahwa jika prinsip-prinsip kemandirian itu hilang dan malah mengandalkan bantuan-bantuan asing, justru keberadaan pesantren tidak akan berkesinambungan.


Sementara itu, Deputi VII Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Sujana Royat, mengatakan Australia juga diuntungkan dengan memberikan bantuan karena kestabilan politik dan keamanan di Indonesia memberikan jaminan keamanan bagi Australia.


Article source: http://www.malaysia-chronicle.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=91692:in-kuala-selangor-dzulkefly-not-spared-by-gutter-politics&Itemid=2


Pesantren dibantu dana asing, siapa yang diuntungkan?

0 comments :

Post a Comment