JAKARTA, KOMPAS.com – Kamis, 17 Juni 2010, sekitar pukul 07.30. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (saat itu) Usman Hamid bersiap meninggalkan rumahnya di kawasan Cibubur, Jawa Barat. Hari itu, dia berencana menjawab tawaran Ketua Umum Partai Demokrat (saat itu) Anas Urbaningrum untuk masuk ke partainya.
Saat di halaman rumah, tiba-tiba telepon seluler Usman berbunyi. ”Dari Pak Oetomo (Oetomo Rahardjo, ayah Petrus Bima, satu dari 13 aktivis korban penculikan 1997/1998 yang sampai sekarang belum diketahui nasibnya),” kenang Usman.
Dalam teleponnya, Oetomo menanyakan kebenaran berita di sejumlah media bahwa Usman akan bergabung dengan Partai Demokrat.
”Mas Usman, kita sudah sekitar 12 tahun berjuang bersama. Kami semua sebenarnya lelah karena sampai sekarang belum ada hasil. Namun, jika Mas Usman masuk partai, saya merasa ditinggalkan,” tutur Usman tentang pernyataan Oetomo di telepon tersebut.
Usman, salah satu pegiat gerakan hak asasi manusia, mengaku merasakan getaran berbeda dalam telepon itu. Pernyataan Oetomo di telepon yang dilakukan sambil menangis tersebut akhirnya menjadi salah satu faktor yang membuatnya batal bergabung ke Partai Demokrat.
Sekitar dua minggu sebelumnya, Anas yang baru memenangi pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat pada Mei 2010 memang menawari Usman masuk Partai Demokrat.
”Kami memang mengajak aktivis, termasuk Usman, untuk bergabung agar Partai Demokrat lebih baik dan dinamis. Apalagi, sudah ada beberapa aktivis yang bergabung,” kenang Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa, rekan dekat Anas.
Partai dan politik praktis pada umumnya, lanjut Saan, membutuhkan aktivis. Pasalnya, mereka punya pengalaman organisasi, jaringan, dan idealisme.
Saking seriusnya menawari Usman, Anas dan Saan menemui Usman dan teman-temannya di kantor Kontras, Rabu, 16 Juni 2010, malam. Dalam diskusi yang berlangsung hingga Kamis dini hari itu, Anas, antara lain, menegaskan, yang dilakukan Usman di Kontras perlu dilanjutkan di Partai Demokrat.
”Suasana pertemuan sampai Kamis dini hari itu, Usman bergabung dengan kami. Namun, dia minta waktu sampai Kamis siang untuk berpikir. Kamis siang, ternyata dia batal bergabung,” kenang Saan.
Masukan
Usman mengaku meminta masukan dari sekitar 1.000 temannya saat menerima tawaran dari Partai Demokrat. ”(Aktivis perempuan) Karlina Supelli pernah mengatakan, saatnya aktivis turun dari langit ke bumi, tak hanya bicara asas, tetapi juga strategi. (Intelektual) Daniel Dhakidae tidak mendorong atau menghalangi saya masuk partai. Namun, dia akan membela saya jika ada yang mencela keputusan saya masuk partai. Sebab, menurut dia, sudah saatnya mengisi ruang politik dengan energi positif,” kenang Usman.
Upaya minta pertimbangan, lanjut Usman, dilakukan karena ingin menempatkan keputusan untuk masuk partai sebagai keputusan bersama dan bukan pribadi. Dengan demikian, keputusan itu tidak membuatnya tercerabut dari kategori sosial dan komunitasnya selama ini.
”Kategori sosial dan komunitas amat penting bagi aktivis yang berpolitik. Pasalnya, mereka yang akan mendukung, mengingatkan, dan membela kami saat menghadapi tantangan di politik,” ucap Usman.
Ace Hasan Sadzily, Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Adab Institut Agama Islam Negeri Jakarta periode 1997-1998 yang kini anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, juga berusaha menjaga hubungan dengan teman-temannya sesama aktivis yang kini berada di luar dunia politik praktis. Hal itu sebagai salah satu cara menghindari jebakan dalam permainan politik praktis yang penuh godaan.
Ketua Partai Amanat Nasional Bima Arya Sugiarto tetap mengajar di Universitas Paramadina, Jakarta, aktivitas yang telah dia lakukan sejak sebelum berpolitik praktis. Dengan mengajar, Bima berharap dapat merawat kemampuan berpikir dan kategori sosialnya sebelum berpolitik praktis, yaitu sebagai intelektual.
”Mengajar juga menjadi sarana pengingat dan pengaman saya agar tak tersesat di politik praktis. Pasalnya, jika saya mulai melenceng, ada mahasiswa atau dosen yang mengingatkan,” tutur Bima.
Akhirnya, hubungan yang intensif dengan komunitas dan kategori sosialnya membuat aktivis tetap punya identitas jelas dan posisi tawar dalam kerasnya persaingan di politik praktis.
Masalahnya, seberapa banyak aktivis yang menjadikan aktivitas politik sebagai keputusan bersama dan selalu menjaga hubungan dengan komunitas asal serta konsisten menjaga kategori sosialnya? Yang pasti, sejumlah aktivis muda telah berguguran di politik, baik karena terlibat korupsi, tak punya agenda yang jelas, maupun gagal dalam persaingan di internal partai.(IAM/EDN/RYO/NWO)
Article source: http://www.merdeka.com/dunia/158-orang-serawak-masuk-islam.html
Telepon yang Menggetarkan
0 comments :
Post a Comment