Dicaci, diseret, diusir dari tanah kelahiran mereka. Itulah nasib menimpa 168 pengungsi Syiah di Gedung Olah Raga Sampang, Madura Jawa Timur, Kamis pekan lalu.
Mereka mengungsi di sana setelah permukiman mereka di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dirusak dan dibakar, akhir Agustus tahun lalu. Penyerangan oleh sekitar 200 orang itu membuat dua penganut Syiah terbunuh, puluhan lainnya luka, dan sepuluh rumah terbakar.
“Kami pasrah kepada Allah. Kami tidak takut karena kami tidak mengganggu mereka,” kata Iklil Almila saat dihubungi merdeka.com Jumat pekan lalu melalui telepon selulernya. Iklil adalah adik dari Tajul Muluk, pemimpin komunitas Syiah di Sampang. Dia kini mendekam di penjara karena dituduh menodai agama.
Banyak pihak mengecam kejadian itu, termasuk Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama Said Aqil Siradj. Dia menegaskan pengusiran itu menyalahi prinsip Islam. “Umat Islam itu harus memelihara keutuhan agama dan pendapat, keselamatan jiwa, harta, keluarga, dan kebebasan mempertahankan harga diri.”
Tindakan itu memang bertolak belakang dengan ajaran Nabi Muhammad. Rasul termulia ini selalu mencintai kelembutan dan membenci kekerasan.
Seperti hadis diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar dari Muhammad bin Jafar dari Syubah dari Abi Ishaq dari Abi Abdullah al-Jadali bersumber dari Aisyah: “Rasulullah bukan orang keji. Beliau tidak membiarkan kekejian, tiada mengeluarkan suara keras di pasar-pasar, dan tidak membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan. Beliau suka memaafkan dan berjabat tangan.”
Dalam hadis lain diriwayatkan oleh Harun bin Ishaq al-Hanzani dari Ubadah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya bersumber dari Aisyah: “Rasulullah tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali kala beliau berjihad. Beliau pun tidak pernah memukul pembantu dan perempuan.”
Kalau masih belum percaya, simak sejumlah riwayat menyebutkan Rasulullah setia menyuapi menggunakan tangan kanannya nenek renta pengemis kafir di pojokan sebuah pasar. Padahal, pengemis ini kerap mencaci dan menghina nabi. Tapi nabi tidak membalas.
Nabi juga tidak pernah memberi tahu kalau yang dihina adalah dirinya. Pengemis tak tahu diri itu baru mengetahui setelah Rasulullah meninggal. Ceritanya Abu Bakar menggantikan tugas nabi menyuapi pengemis itu. Rupanya, nenek ini tahu cara menyuapi Abu Bakar berbeda.
Setelah diberitahu yang menyuapi telah meninggal, pengemis ini terkejut. Dia makin kaget lantaran tahu yang memberi makan selama ini adalah Rasulullah. Tanpa berpikir panjang, pengemis ini lantas masuk Islam.
Karena akhlak mulianya pula, seorang Yahudi saban hari mencaci, menghina, dan meludahi nabi juga masuk Islam. Sebab, Rasulullah adalah orang pertama menengok dia ketika sakit.
Seperti inilah seharusnya perilaku kaum mengaku umat Nabi Muhammad: mencintai kelembutan dan membenci kekerasan.
Article source: http://www.utusan.com.my/utusan/Rencana/20130607/re_03/969-bukan-nombor-bertuah
Cinta kelembutan benci kekerasan


0 comments :
Post a Comment