INILAH.COM, London – Nama Samantha Lewthwaite kembali berkibar. Perempuan warga negara Inggris ini dikait-kaitkan dengan penyerangan di mal Westgate, Nairobi, Kenya 21 September 2013.
Meskipun itu masih sekadar kecurigaan, namun pemerintah Kenya yakin ia bersama kelompok militan Somalia, al-Shabab tidak hanya menjadi pelaku, tetapi juga memimpin teror yang menewaskan 72 orang yang terdiri dari 61 warga sipil, enam polisi dan lima teroris.
Ia kini diburu oleh Interpol atas permintaan Kenya. Uniknya perburuan itu tidak mengaitkannya dengan teror di Kenya. Pihak al-Shabab yang mengakui perbuatannya di Kenya juga membantah keterlibatan Samantha.
Siapa Samantha Lewthwaite? Dia dulunya seorang gadis pemalu asal Buckinghamshire. Namanya pertama kali muncul setelah terjadi peristiwa pengeboman di stasiun kereta bawah tanah di Piccadilly, London pada 7 Juli 2005. Ia merupakan janda Germaine Lindsay, pelaku pengeboman itu.
Ia masuk Islam sejak gadis karena tertarik pada Islam setelah diperkenalkan oleh tetangganya. Samantha tak mempunyai catatan terorisme di Inggris namun diburu oleh Polisi Kenya sebelum terjadi penyerangan Westgate dengan tuduhan pemalsuan paspor dan memiliki hubungan dengan sel teroris yang berniat melakukan pengeboman di negara itu.
Ia sendiri mengutuk serangan 7 Juli oleh suaminya itu dan menyebutnya sebagai tindakan keji. Ia mengatakan pikiran suaminya tercemar karena sering datang ke masjid radikal. “Saya tidak habis pikir bagaimana bisa ia diracuni dan menjadi orang yang sangat menakutkan. Dia itu orang yang polos, naif, dan sederhana. Saya berharap ia pasangan yang pas untuk saya,” ujarnya kepada tabloid the Sun.
Namun, tak lama setelah serangan itu, ia menghilang. Ia kemudian diketahui berada di Kenya dan tahun lalu, dia dinyatakan oleh pejabat Kenya telah meninggalkan negara itu dan pergi ke Somalia. Ia diketahui sering berganti-ganti identitas, termasuk juga menggunakan nama aslinya.
Sejumlah kalangan di Inggris masih meragukan keterlibatannya dalam aksi teror karena tidak pernah ada bukti yang mengarah ke sana. Perempuan yang besar di Buckinghamshire, Aylesbury itu diyakini tidak memiliki karakter keras.
Seorang angota Dewan kota Aylesbury, Raj Khan, mengatakan bahwa dia mengenal Samantha sejak kecil. “Saya kenal dia waktu masih kecil. Dia benar-benar perempuan polos, minder, pemalu dan mudah dipengaruhi orang. Dia hanya pengikut, bukan pemimpin (teror),” ujarnya.
Ia mengatakan tidak percaya Samantha terlibat dalam teror di Nairobi. “Teror itu perlu orang yang canggih, seperti teroris kelas internasional.”
Namun, setelah masuk Islam ia begitu percaya diri saat bersekolah di Grange School in Aylesbury. Menurut Novid Shaid, gurunya di sekolah itu, ia percaya diri sekali mengenakan hijab. Ia sama sekali tidak terpengaruh meskipun orang-orang sekelilingnya menganggapnya aneh.
Setelah beberapa tahun, ia tidak hanya mengenakan jilbab, tetapi menenakan galabiya penuh (baju Muslimah yang panjang dan menutupi semua anggota tubuh. “Kami tahunya ia semakin serius mendalami Islam,” tutur Shaid.
Bahkan pada 2002, ia mendaftar untuk kuliah di jurusan ilmu politik dan keagamaan di School of Oriental and African Studies di London. Namun, baru dua bulan kuliah ia memutuskan untuk berhenti.
Ia kemudian bertemu dengan Gabriel Lindsay, seorang muslim kelahiran Jamaika, di internet. Mereka berkenalan lalu memutuskan untuk menikah beberapa bulan kemudian. Mereka tinggal di Huddersfield lalu pindah ke Aylesburry pada September 2003.
Enam bulan kemudian ia melahirkan bayi pertamanya. Bayi yang kedua dilahirkan setelah terjadi peristiwa pengeboman di London.
Sejumlah kalangan percaya ia menikah lagi setelah ditinggal oleh Lindsay dan diperkirakan punya tiga atau empat anak. Ayah, ibu dan keluarganya juga kehilangan kontaknya sejak terjadi pengeboman di London. [BBC/tjs]
Article source: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/13/06/29/mp4ht5-scott-lynch-anak-pendeta-yang-menemukan-cahaya-islam
Samantha Lewthwaite, Diakah Teroris Asal Inggris?
0 comments :
Post a Comment