Liston Siregar
Wartawan BBC Indonesia
Celestina Mba akhirnya terpaksa berhenti kerja pada tahun 2010 karena kantornya meminta dia bekerja hari Minggu.
Perempuan berusia 58 tahun itu merupakan penganut Kristen yang taat dan sejak awal tidak bersedia kerja pada hari Minggu atau Sabat, yang berdasarkan hukum keempat dalam 10 perintah Tuhan merupakan hari khusus untuk memuja Tuhan.
Walau dia menegaskan siap bekerja Sabtu malam -asal Minggu bisa libur- kantornya bergeming dan akhirnya Mba berhenti kerja.
Namun perjuangannya diteruskan lewat ruang pengadilan dengan pemikiran bahwa Dewan Kota Merton -tempatnya bekerja- tidak menghormati agamanya.
Gugatan yang akhirnya ditolak sampai di tingkat banding pada Kamis 5 Desember.
Fakta bahwa waktu masa awal bekerja tiga tahun sebelumnya dia tidak perlu masuk hari Minggu namun belakangan diharuskan, sepertinya bukan menjadi alasan kuat -paling tidak menurut pengadilan- untuk menolak kerja.
Alam sekularisme?
Semakin hari rasanya memang semakin terbuka ‘kontak langsung’ antara agama dan kebutuhan masyarakat modern.
Rumitnya kehidupan modern yang meningkatkan kebutuhan sehari-hari membuat tuntutan untuk produksi maupun pelayanan semakin tinggi pula.
Kalau dulu mungkin hanya beberapa sektor yang perlu beroperasi total 24 jam penuh dan 365 hari dalam setahun -misalnya rumah sakit, kantor berita, dan polisi- kini semakin banyak orang yang bekerja tanpa batasan waktu.
Dan dalam situasi seperti itu, ada kecenderungan untuk memisahkan lebih tegas lagi antara urusan agama dan pekerjaan.
Orang lebih dikejar untuk mengutamakan dunia material dibanding kehidupan spritual dan rasanya semakin banyak orang yang tidak keberatan untuk itu.
Kasus demi kasus
Tapi apakah kasus Mba bisa dikatakan sebagai bukti dari ketidakpedulian Inggris terhadap keyakinan orang demi pelayanan umum?
Mba bekerja untuk membantu anak-anak yang membutuhkan bantuan permanen dan menurut hakim para anak-anak itu harus mendapat layanan penuh.
Dalam kasusnya, mungkin hakim berpendapat bahwa ada kepentingan umum yang sebaiknya tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Tapi dalam kasus lain, polisi yang memeluk Sikh diizinkan untuk tetap mengenakan turban saat bertugas karena dianggap tidak akan menghalanginya dalam melaksanakan pekerjaan.
Sementara permintaan seorang karyawan beragama Islam agar selalu libur pada hari Jumat namun bekerja di hari Minggu ditolak dengan pertimbangan semua orang seharusnya diperlakukan setara sehingga bergiliran bekerja pada akhir pekan.
Akhirnya, saya pikir, tak ada pegangan mutlak ketika terjadi pertemuan antara keyakinan agama dan pekerjaan.
Di dekat rumah saya ada supermarket kecil yang juga menjual alkohol dan seorang pegawai di kasir mengenakan kerudung.
Saya sempat tertanya-tanya, apakah dia tidak terganggu saat menjual alkohol.
Belakangan saya lihat jika ada pembeli yang membawa alkohol ke mejanya maka dia memanggil temannya untuk mengurus penjualan alkohol itu. Urusan beres.
Di zaman modern, semuanya bisa diatur -paling tidak menuru saya. Anda setuju atau tidak?
Article source: http://www.aktualpost.com/2013/11/17/5456/5-gereja-di-dunia-yang-berubah-menjadi-masjid/
Perbenturan agama dan pekerjaan
0 comments :
Post a Comment