Wednesday, February 5, 2014

Titik Nyala Yerusalem yang Termasyhur


Seratus tentara perempuan Israel dan 35 penganut Yahudi Ortodoks dari Amerika Serikat baru-baru ini mengunjungi Kota Lama. Kelompok tersebut ditemani sekelompok jurnalis dan rabi yang terkenal radikal, Yehuda Glick, mantan kepala Institut Temple. Pemukim Israel juga memasuki kota tua Yerusalem dalam beberapa pekan terakhir, salah satunya membuat sisi Kubah Shakhrah sebagai bentuk protes atas larangan masuk bagi non-Muslim. Para pendatang baru juga dilaporkan adu mulut dengan umat Islam yang beribadah.



Glick telah berkampanye untuk mendorong pembangunan tempat ibadah ketiga di lokasi masjid Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah. Sheikh Azzam Al-Khatib, direktur jenderal Urusan Masjid Al-Aqsa, telah mengutuk upaya tersebut, menyebutnya sebagai “sebuah langkah yang berbahaya dan provokatif.”


Kubah emas menghiasi kaki langit Yerusalem



Larangan bagi pengunjung non-Muslim



Lokasi masjid Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah dikenal sebagai Bait-ul-Muqaddas atau tanah suci yang mulia dan menjadi lokasi tersuci ketiga bagi umat Muslim. Lokasi keduanya juga diakui sebagai tempat paling suci bagi umat Yahudi – Al-Haram asy-Syarif – yang dipercaya oleh penganut Yahudi pernah menjadi lokasi Bait Salomo dan Bait Kedua. Bait Kedua hancur di tangan bangsa Romawi pada tahun 70 M.



Tempat ini berkali-kali menjadi lokasi demonstrasi berdarah, bentrokan, pelemparan batu dan penembakan, meski didapuk sebagai simbol religius oleh bangsa Yahudi, umat Kristen dan Muslim.



Al-Aqsa terletak Yerusalem Timur, bagian dari wilayah Palestina yang diakui secara internasional tetapi diduduki militer Israel sejak tahun 1967. Kepala rabi Tembok Ratapan, Shmuel Rabinovitch, kepada DW menyatakan tidak menerima larangan oleh umat Muslim bagi penganut Yahudi untuk masuk alun-alun masjid Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah.


Lokasi yang kontroversial



Sebuah bentuk monopoli?



“Ajaran Yahudi menyatakan kami tidak punya monopoli atas Tuhan – itulah mengapa Tembok Ratapan terbuka bagi siapapun. Tempat suci harusnya terbuka bagi semua orang, tidak peduli agamanya apa, atau pandangan hidupnya.”



Menurut pimpinan agama Yahudi arus utama, penganut Yahudi dilarang masuk ke masjid Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah atas kekhawatiran mereka dapat melanggar kesucian ‘tempat kudus,’ atau tempat suci Bait Kedua.



Rabi Rabinovich mengatakan Yudaisme juga melarang penganutnya untuk menggali ke dalam Al-Haram asy-Syarif. Saat ditanya apa yang ia harapkan dari kesepakatan damai apabila berhasil tercapai tahun ini, ia menyatakan dirinya tidak dapat melihat adanya resolusi terkait klaim atas Yerusalem.



“Yerusalem adalah salah satu lokasi yang paling bermasalah untuk mencapai kata sepakat – tidak segalanya mempunyai solusi. Akan mustahil untuk mengusir Yahudi dari Tembok Ratapan dan saya tidak yakin akan ada solusi atas Kota Lama Yerusalem. Namun saya ingin dunia mengetahui bahwa bangsa Yahudi itu damai dan kami beretika,” tuturnya.


Pemandu wisata di dalam terowongan Tembok Ratapan



Terowongan Tembok Ratapan



Bagian Kota Lama yang kurang terkenal adalah terowongan yang mengular di bawah kawasan Muslim sepanjang Tembok Ratapan.



Kini terowongan yang membatasi masjid Al-Aqsa, Kubah Shakhrah, dan Al-Haram asy-Syarif dibuka untuk kelompok-kelompok turis. Sekilas terowongan seakan terukur di bawah tanah, namun kenyataannya terowongan dibangun di atas tanah.



Meski dulunya umat Muslim memperbolehkan umat Yahudi beribadah selama ratusan tahun, sekarang lokasi tersebut menjadi titik fokus perselisihan dan perbedaan di antara kedua pihak.


Article source: http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/pembimbing-jonas-rivanno-masuk-islam-itu-ikhlas-bukan-karena-nikah-f6f388.html


Titik Nyala Yerusalem yang Termasyhur

0 comments :

Post a Comment