suarasurabaya.net – Bulan Ramadhan selalu digunakan mantan preman ini untuk bersafari ke lembaga pemasyarakatan (LP), rumah tahanan (Rutan) dan lokalisasi beberapa kota di Indonesia.
“Saya 1 minggu sekali buka puasa bersama dengan keluarga, kunjungan ke LP dan Rutan. Selain itu awal Ramadhan 10 malam kunjungan ke lokasi pelacuran,” kata Anton Medan pada Suara Surabaya, Kamis (25/7/2013).
Di bulan Ramadhan penuh berkah ini, lelaki yang mengganti namanya menjadi Muhammad Ramdhan Effendy ini punya prinsip harus ada perubahan gaya hidup. “Hidup lebih baik jika kita memberikan keberkahan untuk diri sendiri dan orang lain,” katanya. Di sisi lain kita harus lebih toleran dan ramah serta saling menghargai soal mereka beda agama, suku karena itu rahmat Tuhan yang mengharuskan kita saling mengormati,” ujar dia.
Anton Medan menceritakan pertama kali masuk Islam pada 1992. Sebelumnya sempat memeluk agama Kristen selama 4 tahun. Sebelumnya juga pernah 7 tahun sempat tidak menganut agama sama sekali. Usai masuk Islam, Anton Medan sudah dakwah di 476 Rutan dan Lapas.
“Ketika itu saya dalam keadaaan galau betul, saya pertama ketika punya anak niat bertobat karena saya sudah pernah dipenjara sejak usia 12 tahun karena kasus pembunuhan,” kata dia.
Bahkan setelah itu, lanjut dia, juga pernah dipenjara di Jakarta selama 6 tahun, 3 tahun dan 2 tahun. Kemudian harus masuk bui kembali selama 27 tahun karena merampok 16 toko emas serta 26 nasabah bank. “Saya di berbagai penjara dijadikan sebagai pemuka napi. Jadi saya bisa bawa diri dan bisa bergaul dengan napi yang terlibat kasus apa saja,” ujar Anton Medan yang menjadi Ketua Umum DPP Persatuan Islam Tionghoa.
“Saya ingin menjadi pelaku sejarah karena banyak orang bisa melakukan hal-hal baik tapi belum tentu bisa berakhir baik,” kata pengagum Umar bin Khatab ini.
Bagi Anton, segala tindakannya harus bertujuan pada amar ma’ruf nahi munkar. Untuk melaksanakannya, Anton mengaku tidak tertarik menggunakan politik sebagai alatnya. Dia juga mengkritisi organisasi masyarakat yang mengaku menganut amar ma’ruf nahi munkar dengan menggunakan metode kekerasan. “Islam wajib melawan kemunkaran, tapi tidak wajib menggunakan kekerasan dalam memeranginya,” kata dia.
Saat melihat ada kemunkaran, kata Anton, adalah peran aparat negara yang membasminya. Masyarakat bisa mendampinginya dengan imbauan lisan. “Kalau yang diimbau tidak mau berubah, ya sudah. Itu urusan mereka,” ungkap dia.
Kata Anton, Islam itu mengayomi dan memberi contoh. Dia menyesali jika Islam dikotori oleh radikalisasi dan aksi ormas tertentu yang merupakan sebuah agama radikal.
“Saya sering memberikan motivasi kalau Islam bisa jalankan semua syariat. Saya coba menggiring para napi ke arah sana dengan memberi sedikit tausiah,” kata dia.
“Penjara bukan tempatnya sampah masyarakat. Penjara bukan akhir segalanya, melainkan awal dari kebaikan. Manusia tidak perlu terus larut dalam penyesalan. Sebaliknya, catatan hitam kehidupan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri di masa depan,” pesan Anton Medan. (dwi/edy)
Teks Foto :
- Anton Medan saat berkunjung ke Suara Surabaya
Foto : Dwi suarasurabaya.net
Editor: Eddy Prastyo
Article source: http://www.tribunnews.com/2012/06/17/hti-adalah-partai-politik-islam
Tausiyah Sang Mantan Bromocorah
0 comments :
Post a Comment