REPUBLIKA.CO.ID,
Muslimin dapat hidup damai dan tak pernah bersengketa dengan masyarakat setempat.
Polandia, negara di Eropa Tengah, ini jarang didengar gaungnya dalam menaungi kehidupan Muslimin. Namun siapa sangka, negara bekas komunis tersebut memiliki sejarah Islam yang panjang, yakni sekitar 600 tahun silam.
Islam pertama kali masuk ke Polandia dibawa oleh bangsa Tartar Muslim yang melarikan diri dari negara mereka akibat perang sipil.
Awalnya, mereka bermigrasi ke Lithuania. Namun, kemudian Raja Polandia merekrut mereka menjadi prajurit tangguh kaki tangan raja.
Para prajurit Tartar itu pun dengan gagah berani bertempur mengamankan Polandia dari berbagai ancaman luar, seperti gangguan Kerajaan Teknokil pada awal abad ke-15.
Mereka bahkan dikabarkan menjadi prajurit dalam Perang Wina di kubu Kerajaan Kristen Austro-Hongaria dalam melawan pasukan Turki Usmani.
Hingga ketika Polandia terlibat Perang Dunia II, pasukan Tartar ini masih menjadi militer tangguh negara. Dengan posisi penting sebagai ujung pedang negara, para prajurit Tartar itu tentu saja mendapat hak spesial.
Mereka setara dengan para bangsawan dan mendapat banyak hak istimewa serta fasilitas utama dari raja. Pasukan Tartar ini pun mendapat sebidang tanah untuk mereka tinggali dan membentuk komunitas.
Itulah komunitas Islam pertama di negara tetangga Jerman tersebut. Mereka pun kemudian menikahi wanita setempat dan mengenalkan Islam kepada keluarganya. Tak hanya itu, mereka juga diizinkan membangun masjid.
Menurut halaman Planeta Islam yang dipublikasikan komunitas Muslim Polandia, saat itu komunitas Muslim telah berjumlah sekitar 200 ribu orang dengan 160 masjid tegak berdiri.
Sayang beribu sayang, komunitas awal Islam ini meredup seiring bergantinya zaman. Semakin lama hidup di tengah mayoritas Kristen, mereka kemudian terbawa budaya dan tradisi masyarakat setempat.
Maka, mulai hilanglah nilai-nilai Islam yang ditanamkan generasi awal. Anak cucu pasukan Tartar pun memilih menjadi nasrani.
Kondisi Muslimin yang makin meredup itu pun kemudian diselamatkan oleh sekelompok Muslim yang membentuk sebuah organisasi pada 1917. Mereka menamakan diri sebagai “Persatuan Muslim Polandia”.
Namun, kondisi tak mendukung pergerakan mereka. Polandia di bawah rezim komunis mengakibatkan penurunan jumlah Muslimin yang besar. Pasalnya, banyak Muslimin yang dideportasi ke Siberia, tanah mereka pun dirampas, dan masjid-masjid ditutup.
Disebutkan oleh Planeta Islam, jumlah Muslimin pasca-insiden tersebut tersisa sekitar 5.000 orang. Puluhan masjid pun tersisa dua saja, yakni di Bohoniki dan Kruszyniany.
Tak hanya minim secara kuantitas, Muslimin kala itu juga minim kualitas. Pemahaman mereka terhadap agama sangat buruk sehingga rawan terjadi konversi iman. Apalagi, tak adanya lembaga yang memberikan mereka pendidikan syariat.
Mati surinya Muslimin Polandia ini pun kemudian bangkit ketika banyak imigran Muslim dari bangsa Arab. Semangat Islam kemudian digalakkan kembali. Kelompok yang berada di garda terdepan dakwah Islam saat itu justru para mahasiswa Muslim.
Pada 1989 mereka membentuk Perkumpulan Mahasiswa Muslim Polandia. Organisasi ini kemudian membenahi pendidikan Islam Muslimin yang dimulai dari anak-anak. “Mereka mendirikan beberapa pendidikan Islam dasar untuk anak-anak Tatar,” dikutip dari Islamweb.
Sejak itulah Islam kembali menggeliat di Polandia. Saat ini, jumlah Muslimin lebih dari 30 ribu jiwa dengan komposisi Tartar, sang Muslimin awal hanya 5.000 jiwa. Kemudian, Muslim imigran asing sekitar 25 ribu serta Muslimin setempat atau para mualaf sekitar 500 hingga seribu orang.
Dalam kehidupan sehari-hari, Muslimin Polandia masih memiliki banyak hambatan. Dalam pangan misalnya, mereka hanya memiliki satu toko halal yang berlokasi di ibu kota, Warsawa.
Banyaknya jumlah masjid yang ditutup pun membuat mereka kekurangan fasilitas ibadah. Masjid tak pernah cukup menampung jamaah. Tak hanya itu, Muslimin di sana juga berada di bawah garis kemiskinan.
Dalam pendidikan Islam pun, Muslimin masih membutuhkan banyak literatur Islam. Bahkan, untuk terjemahan Alquran, terdapat satu karya terjemah dari era Tartar abad ke-19.
Namun, terjemahan itu pun baru rampung sebagian. Bagian yang tersisa justru dirampungkan oleh seorang orientalis non-Muslim bernama Jozef Bielawski serta sebagian lain oleh kelompok Ahmedija.
Kendati banyak memiliki kesulitan, Muslimin Polandia hidup bahagia. Mereka dapat hidup damai dan tak pernah bersengketa dengan masyarakat setempat. Dibanding negara Eropa sekitarnya, Muslimin Polandialah yang dapat merasakan hidup tenteram tanpa diskriminasi sodial.
Untuk menjaga keharmonisan dengan agama mayoritas, terdapat dewan umum di Polandia yang menanganinya. Dewan Katolik dan Muslim merupakan salah satu lembaga yang memediasi dialog antaragama di negara tersebut.
Anggota dewan itu sekaligus ketua komunitas Muslim di kawasan Bialystok, Halima Szahidewicz, menuturkan, tak pernah ada pertikaian ataupun ketegangan dalam hubungan antaragama. Kondisi damai tersebut pun telah berlaku sejak generasi Muslim pertama Polandia.
“Banyak sekali hal yang berubah dalam 600 tahun terakhir, tapi ada satu hal yang tak berubah, yakni toleransi terhadap kami Muslimin,” ujarnya.
Article source: http://www.themalaysianinsider.com/tech/article/latin-americans-most-socially-engaged-users-in-the-world
Geliat Islam di Polandia
0 comments :
Post a Comment