Daniel Garske yang berusia 33 tahun adalah mahasiswa jurusan Teologi Islam di Universitas Münster. Dia masuk Islam tiga tahun lalu. Dia mulai belajar tentang Teologi Islam setahun yang lalu. “Dengan pengetahuan yang saya dapatkan di sini, saya nantinya ingin bekerja dalam bidang pendidikan teologi. Saya juga ingin membantu agar wajah dan citra Islam dalam masyarakat menjadi lebih baik.”
Daniel Garske ingin menjadi dosen di universitas sambil melakukan penelitian tentang Islam. Tapi Pusat Teologi Islam di Münster tidak hanya ingin mencetak dosen dan peneliti, melainkan juga guru-guru sekolah dan Imam yang bisa bekerja dalam komunitas Islam di Jerman. Sampai saat ini, komunitas Turki masih harus mendatangkan Imam dari Turki, karena Jerman masih kekurangan Imam.
Pusat Teologi Islam di Münster (Zentrum für Islamische Theologie, ZIT) adalah satu dari empat pusat pendidikan Teologi Islam di Jerman, yang lainnya ada di Frankfurt, Tübingen dan Nürnberg. Institut di Münster adalah yang terbesar. Pusat pendidikan ini mendapat bantuan dana sekitar 20 juta Euro dari pemerintah Jerman.
Daniel Garske, mahasiswa jurusan Teologi Islam
Hari Kamis (28/11713) Presiden Jerman Joachim Gauck berkunjung ke ZIT. Bagi Ketua ZIT, Mouhanad Khorchide, kunjungan itu merupakan sebuah kehormatan. “Pusat pendidikan kami melakukan kerja pionir, karena pendidikan semacam ini baru pertama kali dilakukan di Eropa,” katanya. Menurut Khorchide, sistem pendidikan di institutnya mengacu pada metode ilmiah yang juga diterapkan dalam pendidikan teologi umum. Dia menyebut dirinya sebagai seorang ilmuwan sekaligus ahli agama.
Kritik tentang sistem pendidikan
Sebagian organisasi Islam di Jerman mengeritik sistem pendidikan di Pusat Teologi Islam Münster. Dewan Muslim di Jerman misalnya, menganggap ZIT terlalu sedikit membahas tentang apa saja yang dilarang dalam agama Islam. Tapi Mouhanad Khorchide menerangkan, sebagian tokoh Islam yang mengeritiknya menuntut interpretasi Islam garis keras. Dia sendiri menolak interpretasi fundamenlistik, dan menyebut Islam sebagai “agama yang murah hati.”
Sejak satu tahun, pembentukan Dewan Pengawas untuk ZIT gagal karena perbedaan pandangan itu. Menurut rencana, Dewan Pengawas akan diisi oleh anggota dari empat organisasi besar Islam yang ada di Jerman. Tapi salah satu organisasi setiap kali mengirim wakil-wakil, yang menurut dinas rahasia Jerman berhaluan radikal. Karena itu, mereka selalu ditolak.
Sengketa itu tidak membuat minat mahasiswa untuk belajar Teologi Islam surut. Setiap tahun, ribuan orang melamar tapi hanya sekitar 400 orang yang bisa diterima. Dua jurusan khusus yang ditawarkan adalah jurusan “Teologi Islam” dan jurusan “Pendidikan Keguruan Islam”.
Menurut rencana, sekolah-sekolah di Jerman dalam beberapa tahun mendatang akan menawarkan mata pelajaran Islam. Saat ini sudah ada mata pelajaran Islam yang ditawarkan di sekolah di beberapa negara bagian. Jadi, kebutuhan guru agama Islam di Jerman akan meningkat dalam beberapa tahun depan.
Article source: http://www.tempo.co/read/news/2013/10/29/219525610/Asmirandah-Sanggah-Jonas-Rivanno-Sudah-Mualaf
Pusat Teologi Islam di Universitas Münster
0 comments :
Post a Comment